Sabtu, 14 November 2009

MAKROEKONOMI


A.     FAKTOR MAKRO
Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempuyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro terdiri dari makro ekonomi dan makro nonekonomi. Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan antara lain :

§   Tingkat Bunga Umum Domestik
Kenaikan bunga tingkat pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan memurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berkibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjualan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga pinjaman atau suku bunga deposito akan mengakibatkan turunnya harga saham.
§   Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan.
§   Peraturan Perpajakan
Kenaikan pajak penghasilan badan akan memberatkan perusahaan dan mengurangi laba bersih yang pada tahap berikutnya dapat menurunkan harga saham. Kenaikan pajak penjualan dapat menurunkan omzet penjualan akibat pemintaan barang yang menurun karena konsumen merasa keberatan dengan kenaikan harga barang.
§   Kebijakan Pemerintah
Kebijakan-kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berpengaruh positif dan negatif terhadap perusahaan tertentu yang terkait dengan kebijakan tersebut.

§   Kurs Valuta Asing
Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap Rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam Dolar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal.
§   Tingkat Bunga Pinjaman Luar Negeri
Pada umumnya, emiten yang mempunyai pinjaman dalam valuta asing akan dibebani bunga yang berpedoman pada SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate) atau LIBOR (London Interbank Offered Rate) atau Prime Rate US di Amerika Serikat. Beban bunga pinjaman bisa sebesar SIBOR + Spread, atau LIBOR + Spread , atau Prime rate US + spread. Jumlah spread adalah antara 2% sampai 4% tergantung pada tingkat risiko Negara si peminjam.
§   Kondisi Ekonomi Internasional
Bagi perusahaan yang melakukan perdagangan berskala internasional atau kegiatan ekspor impor, kondisi ekonomi negara counterpart ( negara tujuan ekspor atau negara asal impor ) sangat berpengaruh terhadap kerja emiten di masa datang.
Di Amerika Serikat banyak sekali terbitan indeks pasar, seperti Dow Jones Index, Standard & poors, Nasdaq Indekx, dan berbagai jenis indeks lainnya. Di Jepang ada berbagai jenis Index Nikkei, di Singapura ada Strait Times Index, dan di Hongkong ada Hang Seng Index.
Investor dapat memperoleh informasi tentang faktor makro atau perubahannya dari banyak media seperti televisi, internet, koran, buletin, radio, majalah, atau dari provider informasi, yaitu Reuters, Real Time Information ( RTI ), Market Quotes ( IMQ ), dan Blomberg yang dapat disewa, Investor yang sudah menjadi nasabah dari suatu perusahaan efek atau broken efek akan lebih mudah mengakses informasi itu karena sudah disediakan melalui komputer informasi yang disewa dari Providertersebut. Selain itu, broker efek juga meyediakan analisis saham baik harian, mingguan, maupun bulanan yang telah diolah oleh bagian riset perusahaan efek bersangkutan.

B.          FAKTOR MIKRO
Faktor mikroekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan berada dalam perusahaan itu sendiri, yaitu variable-variabel seperti : Laba bersih per saham, Laba usaha per saham, Nilai buku per saham, Rasio ekuitas terhadap utang, Rasio laba bersih terhadap ekuitas , Cash flow per saham.
Rasio keuangan lainnya, seperti current ratio, quick ratio, cash ratio, inventory turnover dan account receivable turnover lebih mencerminkan kekuatan manajemen dalam mengendalikan operasional. Jika rasio keuangan sangat baik tetapi hasil akhirnya yang tercermin dalam laba per saham, rasio ekuitas terhadapterhadap utang, dan return on equity sangat rendah, maka hal itu tidak berarti apa-apa bagi investor.

§   SIKLUS EKONOMI
Siklus ekonomi mempunyai pengaruh terhadap harga saham selama masa lebih dari 5 tahun. Dalam siklus ekonomi yang tumbuh, setiap bidang usaha memperoleh kamajuan, lapangan kerja tersedia banyak, pengangguran relative kecil, pendapatan masyarakat meningkat, dan keamanan lebih terjamin, sehingga kegiatan bursa efek menjadi semarak. Harga saham mengalami kenaikan sepanjang periode kemakmuran itu walaupun sekali waktu mengalami penurunan sebagai koreksi atas kenaikan harga yang terlalu ekstrem. Jenis saham yang mengalami kenaikan tajam selama masa pertumbuhan ekonomi itu adalah saham yang diterbitkan oleh emiten yang memproduksi barang-barang tahan lama (durable goods) seperti barang-barang modal, property, otomotif, produk baja, peralatan rumah tangga, dan lainnya. Sementara jenis saham yang diterbitkan oleh emiten yang meproduksi barang tidak tahan lama (nondurable goods) mengalami kenaikan harga yang relative kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga saham dari durable goods.








Secara umum, siklus ekonomi digambarkan sebagai berikut :











Urutan siklus : Recoveryà Prosperityà Recession-à Depression-à Recovery-à
Atau                Expansion-à Peak-à Contraction-à Trough-à Expansion

Pada saat terjadi peralihn dari suatu siklus ke siklus yang lain, terdapat tanda-tanda awal atau yang disebut leading indicator. Pada peralihan dari siklus recovery terdapat leading indicator yang positif karena peralihan terjadi dari ekonomi yang buruk menuju ke ekonomi yang membaik. Sebaliknya, peralihan dari ekonomi baik (siklus ekspansi) ke ekonomi buruk (siklus resesi) ada leading indicator negative. Contoh leading indicator positif mencakup naiknya harga saham, banyaknya uang beredar, banyaknya pesanan barang modal, dan menigkatnya perizinan bangunan. Selain leading indicator, ada juga coincident indicators, yaitu indicator yang muncul selama siklus berlangsung, seperti : (a) tenaga kerja nonagraris, (b) pendapatan perorangan, (c) produksi industri, dan (d) penjualan manufaktur dan perdagangan.
Lagging indicators adalah faktor-faktor yang berubah setelah ekonomi memasuki suatu siklus ekoomi. Lagging indicators mengajarkan kepada para analis apa yang telah mereka ketahui. Indikator ini membuktikan nilainya dalam membantu analis memahami kecenderungan jangka panjang, dan membedakannya dari perubahan-perubahan jangka pendek yang terjadi selama kecenderungan Lagging indicators atau indicator antara coincident indicators dan Leading indicators

FAHAM EKONOMI
v  Teori Klasik
Adam Smith (1776) dalam bukunya “The Wealth of Nations” mempunyai filosofi bahwa faham ekonomi liberal atau laissez-faire economics dapat memakmurkan suatu bangsa. Smith berargumen bahwa kegiatan ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat tanpa campur tangan pemerintah karena masyarakat sudah dapat menanganinya sendiri.
v  Teori Keynesian (Demand Side)
Berlawanan dengan teori klasik Smith, teori John Maynard Keynes menyatakan bahwa pemerintah harus aktif melakukan pembangunan ekonomi. Demand dapat dikendalikan sebagian oleh pemerintah melalui APBN. Jika ingin mengurangi demand, pemerintah dapat (a) meningkatkan pajak (b) mengurangi jumlah uang beredar, dan (c) mengurangi belanja pemerintah. Sementara jika ingin meningkatkan demand, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah (a) mengurangi pajak (b) meningkatkan jumlah uang beredar dan (c) meningkatkan belanja negara.

v  Teori Arthur Laffer (Supply Side)
Berlawanan dengan teori Keynesian, Arthur Laffer mendukung teori supply creates demand. Pemerintah bertugas menciptakan kondisi ekonomi yang akan memungkinkan pihak swasta melakukan ekspansi atau menawarkan berbagai produk baru. Di sisi lain, pemerintah harus mengurangi tarif pajak sehingga para pengusaha dapat memperluas usahanya dan masyarakat dapat berbelanja lebih banyak.
v  Teori Ekonomi Moneter
Milton Friedman berteori bahwa uang beredar merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam penentuan fluktuasi harga, khususnya dalam jangka panjang. Para pakar moneter berpandangan bahwa pengendalian yang baik terhadap uang beredar, yaitu mengatur kenaikan atau penurunan uang beredar tidak terlalu cepat atau perlahan-lahan, akan berdampak positif terhadap kesehatan ekonomi.

PEREDARAN UANG
Kebijakan moneter dilaksanakan oleh Bank Sentral melalui 3 cara, yaitu :
a.            Reserve Requirements
Bank komersial diwajibkan untuk memiliki sejumlah deposit tertentu pada bank sentral, yaitu persentase tertentu sekitar dari 7% sampai 22% dari demand deposit nasabah bank. Misalnya, reserve requirement adalah 12%, sehingga bank komersial wajib menyimpan 12% dari demand deposit pada bank sentral dan meminjamkan sisanya 88% setelah reserve itu dibayar.
b.            Discount Rate
Jika bank kekurangan dana untuk menutupi reserve requirement, maka bank itu dapat meminjam dari bank sentral dengan bunga yang rendah. Jika bank sentral ingin mengurangi jumlah uang beredar, discount rate akan dinaikkan dan jika ingin menambah jumlah uang beredar, discount rate akan diturunkan. Discount rate ini disebut juga dengan discount window.
c.             Open-Market Operations
Bank sentral dapat memperjual-belikan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank sentral sendiri atau pemerintah. Apabila ingin menekan inflasi, maka jumlah uang beredar harus dikurangi (tight money) dengan cara menjual surat-surat berharga (T-bills, obligasi atau SBI). Jika ingin melonggarkan jumlah uang beredar (easy money), hal ini dapat dilakukan dengan cara membeli surat-surat berharga. Perdagangan surat berharga ini hanya dilakukan oleh bank sentral dengan bank komersial.


MANAJEMEN INVESTASI

A. Pengertian Investasi
            Investasi pada hakeketnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untk memperoleh keuntungan dimasa mendatang Umumnya investasi dibedakan menjadi dua yaitu investasi pada asset-aset financial  (financial assets) dan investasi pada asset-aset riil (real assets). Investasi pada asset-aset financial dilakukan dipasar uang misalanya  sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainya.Investasi dapat juga dilakukan dipasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, waran opsi, dan lain-lain. Sedangkan investasi pada asset-aset riil dapat berupa pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan petambangan, pembukaan perkebunan dan lainya.    

B. Tujuan Investasi
Pada dasarnya tujuan orang melakukan investasi adalah untuk menghasilkan sejumlah uang. Semua orang mungkin setuju dengan pernyataan tersebut. Tetapi pernyataan tersebut nampaknya selalu sederhana, sehingga kita perlu mencari jawaban yang lebih tepat tentang tujuan orang berinvestasi. Seperti telah disinggung dimuka, tujuan investasi yang lebih luas, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter yang diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini di tambah nilai saat ini pendapatan masa datang.
Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, ataupun dari tabungan. Investor yang mengurangi konsumsinya saat ini akan mempunyai kemungkinan kelebihan dana untuk di tabung. Dana yang berasal dari tabungan, jika di investasikan akan memberikan harapan meningktnya kemampuan konsumsi investor di masa datang yang diperoleh dari meningkatnay kesejahteraan investor tersebut.
Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi antara lain adalah :
a.       Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang. Seseorang yang lebih bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau setidaknya berusaha bagaimana menigkatkan tingkat pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
b.      Mengurangi tekanan inflasi.
Dengan melakukan investasi dalam pemilikan perusahaan atau obyek lain, seseorang dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi
c.       Dorongan untuk menghemat pajak.
Beberapa negara di dunia banyak melakukan kegiatan kebijakan yang bersifat mendorong tumbuhnya investasi di masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tersebut.
Dasar keputusan investasi terdari dari tingkat return yang diharapkan, tingkat risiko, serta hubungan antara return dan risiko. Berikut ini akan dibahas masing-masing dasar keputusan investasi tesebut.
·               Return ; Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam konteks menejemen investasi tingkat keuntungan investasi disebut sebagai return. suatu hal yang sangat wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang telah di investasikannya. Return yang dihaapkan investor dari investasi yang dilakukannya merupakan konpensasi atas biaya kesempatan (oportunity cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi.
Dalam konteks manajemen investasi, perlu dibedakan antara return yang harapkan (expected return) dan return yang terjadi (realized return). return yang diharapkan merupakan tingkat return yang diantisipasi investor dimasa datang. Sedangkan return yang terjadi atau return aktual merupakan tingkat retrun yang telah diperoleh investor pada masa lalu. Ketika investor menginvestasikan dananya dia akan mensyaratkan tingkat return tertentu dan jika periode investasi telah berlalu investor tersebut akan diharapkan pada tingkat retrun yang sesungguhnya dia terima. Antara tingkat return yang diharapkan dan tingkat return aktual yang diperoleh investor dari investasi yang dilakukan mungkin saja bebeda. Pebedaan antara eturn yang diharapkan dengan return ang benar-benar diterima (return aktual) merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi. Sehingga dalam berivstasi disamping memperhatikan tingkat return investr harus mempertimbangkan tingkat risiko suatu investasi.
·               Risiko ; Sudah sewajarnya jika investor menghapkan return yang setinggi-tingginya dari investasi yang dilakukannya. Tetapi ada hal penting harus dipertimbangkan yaitu berapa besar risiko yang harus ditanggung dari investasi tersebut. Umumnya semakin besar risiko, maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan. Penelitian terhadap return saham dan obligasi di Amerika yang dilakukan oleh Jeremy J. Siegel tahun 1992, menemukan dalam periode 1802-1990, return saham jatuh melebihi return obligasi. Kelebihan return saham atas return obligasi tersebut juga sebagai equity premium. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena equity premium tersebut adalah adanya fakta bahwa risiko saham lebih tinggi dai risiko obligasi.
            Risiko bisa diartikan sebagai kemungkinan retrun aktual yang berbeda dengan return yang diharapkan. Dalam ilmu ekonomi pada umunya, dan ilmu investasi pada khususnya terdapat asumsi bahwa investor makhluk yang rasional. Investor yang rasional tidak akan menyukai ketidakpastian atau risiko. Investor yang enggan terhadap risiko seperti ini di sebut sebagai risk-averse investors. Investors seperti ini tidak mau mengambil risiko suatu invstasi jika investasi tersebut tidak memberikan harapan atau return yang layak sebagai konpensasi terhadap risiko yang harus di tanggung investor tesebut
            Sikap investor terhadap risiko akan sangat tergantung kepada preferensi investor tersebut terhadap risiko. Investor yang lebih berani akan memilih risiko investasi yang lebih tinggi, yang diikuti oleh harapan yang lebih tinggi pula. Demikian pula sebaliknya investor yang tidak mau menanggung risiko yang terlalu tinggi tentunya tidak akan bisa mengharapkan tingkat return yang terlalu tinggi.
·               Hubungan Tingkat Resiko Dan Return Yang Diharapkan.
Seperti telah dijelaskan di atas, hubungan antara risiko dan return yang diharapkan merupakan hubungan yang bersifat searah dan linier. Artinya semakin besar risiko suatu aset, semakin besar pula return yang diharapkan atas aset tersebut, demikian sebaliknya. Gambar 1.1 berikut ini menunjukan hubungan antara return yang diharapkan dengan risiko pada berbagai  jenis aset yang mungkin bisa dijadikan alternatif investasi.

Gambar 1.1
Hubungan risiko dan return yang diharapkan

                             





           




Garis vertikal pada masing masing jenis garis gambar di atas menunjukan tingkat return yang diharapkan dari masing-masing jenis aset, sedangkan garis horisontal memperlihatkan risiko yang ditanggung investor. Rf  pada gambar di atas menunjukkan tingkat return bebas risiko (risk-free rate), untuk selanjutnya akan ditulis sebagai Rf.
Rf dalam gambar di atas menunjukan satu pilhan investasi yang menawarkan tingkat return yang diharapkan sebesar Rf dengan risiko sebesar 0. selanjutnya obligasi pemerintah terlihat mempunyai risiko yang cenderung rendah dan tingkat return yang diharapkan yang juga tidak terlalu tinggi. Sedangkan di sisi lain jika kita berinvestasi pada kontrak futures misalnya sesuai dengan gambar di atas terlihat bahwa risiko yang harus ditanggung tergolong sebagai risiko yang tinggi, dengan tingkat return yang tinggi pula. Kesimpulan yang bisa di tarik dari pola hubungan antara risiko dan return yang diharapkan adalah bahwa risiko yang return yang diharapkan mempunyai hubungan dan searah dan linier artinya semakin tinggi risiko suatu aset, semakin tinggi pula tingkat return yang diharapkan dari aset tersebut, demikian pula sebaliknya.



C. Proses Keputusan Investasi
            Proses keputusan investasi merupakan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan investasi pada efek-efek yang dapat dipasarkan. Tahap-tahap keputusan investasi meliputi lima tahap keputusan
1.                  Penentuan tujuan investasi
2.                  Melakukan analisis investasi
3.                  Pembentukan portofolio
4.                  Mengevaluasi kinerja portofolio
5.                  Merevisi kinerja portofolio
Penentuan Tujuan Investasi.
Tahap pertama dalam proses penentuan keputusan investesi adalah menentukan tujuan investasi yang kan dilakukan. Tujuan investasi masing-masing investor bisa berbeda-beda tergantung pada investor tersebut. Misalnya lembaga dana pensiun yang bertujuan untuk memperoleh dana untuk membayar dana pensiun nasabahnya dimasa depan mungkin akan memilih investasi pada portopolio reksadana. Sedangkan bagi insitusi penyimpan dana seperti bank misalnya mempunyai tujuan untuk memperoleh return yang lebih tinggi di atas biaya investasi yang dikeluarkan. Maka biasanya lebih menyukai investasi pada sekuritas yang mudah diperdagangkan ataupun pada penyaluran kredit yang lebih berisiko tetapi memberikan harapan return yang tinggi.

Melakukan analisis investasi
Tahap ke dua ini merupakan tahap analisis terhadap suatu efek dengan tujuan untuk mengidentifikasi efek yang salah harga (mispriced). Ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu:
a.                   pendekatan fundamental; pendekatan ini didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh emiten, termasuk kondisi makro.
b.                  Pendekatan teknikal;  pendekatan ini didasarkan pada data harga saham di masa lalu untuk memrediksi harga saham di masa datang.



Pembentukan portofolio
Pada tahap ini  dilakukan identifikasi terhadap  efek-efek mana yang dipilih. Setelah strategi portopolio di tentukan, tahap selanjutnya pemilihan aset-aset yang akan dimasukan dalam portofolio. Tahap ini memerlukan pengevaluasian tehadap sekuritas yang ingin dimasukan dalam portopolio. Tujuan tahap ini adalah  mencari kombinasi portopolio yang efisien, yaitu portopolio yang menawarkan return yang diharapkan tetinggi dengan tingkat risiko tertentu atau sebaliknya menawarkan return diharapkan tertentu dengan tingkat risiko terendah.

Pengukuran Dan Evaluasi Kinerja Portopolio.
Tahap ini merupakan tahap paling akhir dari proses keputusan investasi. Meskipun demikian, adalah salah kaprah jika kita mengatakan bahwa tahap ini adalah tahap terakhir karena sekali lagi, proses keputusan invetasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan dan terus menerus. Artinya jika tahap pengukuran dan evaluasi kinerja telah di lewati dan ternyata hasilnya kurang baik maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari tahap pertama demikian seterusnya sampai dicapai keputusan yang optimal

Merevisi kinerja portofolio
            Tahap ini merupakan tindak lanjut dari evaluasi kinerja portofolio. Dari hasil evaluasi akan dilakukan revisi jika dianggap perlu.

Musharfan Suneth's Fan Box

Musharfan Suneth on Facebook