Berkata Imam Al-Shadiq (a.s.); " Rasulullah (s.a. w) bersabda bahwa Allah berkata kepada Dawud, ‘ Wahai Dawud, sampaikanlah kabar gembira kepada para pelaku dosa dan peringatkanlah orang-orang yang saleh.` Dawud berkata, ‘ Bagaimana aku menyampaikan kabar gembira kepada para pelaku dosa dan memperingatkan orang yang saleh?` Allah menjawab, ‘ Sampaikanlah kabar gembira kepada para pelaku dosa bahwa Aku menerima tobat mereka, dan peringatkanlah orang - orang yang saleh agar mereka tidak memiliki sifat ‘ujb dalam perbuatan-perbuatan mereka, karena tidak ada seorang hamba pun yang akan selamat jika Aku menilai perbuatan - perbuatan mereka (dan patut mendapat hukuman, karena - menurut persyaratan keadilan - seorang manusia dengan seluruh ibadahnya tidak dapat bersyukur kepada Allah sebagaimana seharusnya - bahkan untuk satu rahmat - Nya pun)`"
Merenungi segenap yang ada, - yang maujud-, di alam, manusia akan memahami gelora kesempurnaan berkilauan. Cerlang gemilang di segala seginya. Pancaran emanasi (al-ibda`) wujud mutlak tiada berbatas. Dan dari mana pun arahnya, mukhlishin akan memahami ke-tunggal-an wujud semua yang ada. Dan bahkan, hanya wujud mutlak ini sendirilah yang memiliki ‘ ashalah, atau yang benar - benar ada secara nyata. Dan bagaimana dengan melodi kecapi kehidupan di alam korporeal (baca; material) maupun spiritual yang terdispersikan (baca; teruraikan) ke dalam kemahajamakan tiada terbilang? Al-katsrah (baca; kejamakan) hanyalah konsep mental hasil operasi akal yang imajinatif (al-mutawahham) dan subyektif. Tidak memiliki ‘ashalah. Maka tepatlah jika seorang filsuf mengatakan, " Aku berfikir, maka aku tidak ada" Kenapa ? Karena yang ada hanyalah Tuhan, wujud murni mahasempurna tiada tara.
Saat ini saat saya merenung dan mungkin Anda pula merenung, kenyataannya saya merasa diri saya ada, sebagaimana Tuhan ada ? Atau benarkah Anda tidak melihat sama sekali keberadaan Anda sama sekali ? Relakah Anda misalnya dibakar di neraka walaupun beribadah terus kepada-Nya? Atau bisakah Anda tetap sholat lima waktu hanya karena Ia walaupun misalnya tidak diwajibkan oleh Islam? Jika tidak berarti Anda masih ada dalam pikiran Anda.
Maka jika operasi awal pemikiran kita meng-asumsi-kan bahwa kita ada, seluruh gerak fikiran lain yang merasuki seluruh geletar batin dan memasuki hakikat amal kita tergelapkan oleh hijab "aku ada". Maka adakah amal apa pun yang patut dihitung dihadapan - Nya kelak ? Karena hakikat dari amal adalah niatnya. Dan niat adalah perkara batin. Dan hakikat dari gerakan batin adalah pengetahuan yang telah ditashdiq. Sedangkan seluruh pengetahuan kita tergelapkan oleh proposisi dasar yang salah, yaitu " aku ada". Padahal hanya Ia yang ada, sedang aku tiada. Dan sungguh ini adalah saripati syirik. Maka mungkinkah kita selamat jika Ia menilai amal kita dengan penilaian yang adil? Gemeretak tulang sendi takut dalam jiwa tatkala mengingat rintihan Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Husein (a.s.); laa akhsyaa illa ‘adlah ... Tidak aku takuti kecuali keadilan-Nya...
Jelas Murtadha Mutahhari menjelaskan relasi identitas antara asy-syar (kejahatan, keburukan, kekurangan) dengan al-’adammiyyaat (hal-hal yang tidak ada). Kejahatan adalah hal-hal yang tidak ada. Demikian pula keburukan, kekurangan, dan lain - lain. Maka, apakah hakikat seorang manusia yang merupakan satu dari al-’adamiyyaat? Tuhan, inilah aku yang senantiasa dalam kegelapan dan kesesatan. Tak kulihat apa pun di kiri, kanan, belakang, depan ku melainkan kegelapan. Tapi sepercik tangan harapku menjulur menanti sentuhan rahmat wujud - Mu. Ia menggapai - gapai, sedang Engkaulah Sang Maha Penyambut. Ia merintih - rintih, sedang Engkaulah Sang Maha Kasih. Ia senantiasa bergeletaran mengetuki pintu - Mu, sedang Engkaulah Sang Maha Pembuka Pintu. Maka , Yaa Mursilar-riyaah, tiupkanlah angin Kegemilangan dan Keindahan Wujud - Mu menerpa geletar harap faqir yang terlunta dalam hakikat kegelapan ini.
Dalam sebuah riwayat Allah memesankan kepada Musa a.s.:
"Wahai Musa, Kosongkanlah hatimu untuk diisi cinta-Ku. Karena Aku menjadikan hatimu medan cinta-Ku. Aku lapangkan bumi di dalam hatimu dari makrifat - Ku. Aku membangun matahari dengan kerinduan - Ku. Aku menyempurnakan bulan dengan kecintaan - Ku. Aku jadikan di hatimu penglihatan dari tafakur. Aku memperdengarkan angin di hatimu dari taufik - Ku. Aku menurunkan hujan di hatimu dari karunia - Ku. Aku menumbuhkan di hatimu pepohonan dari ketaatan-Ku. Aku meletakkan gunung di hatimu dari keyakinan - Ku.
Dan apakah hati (al-qalb) yang kosong itu? Tidak berisi. Tidak berisi pengetahuan apa pun. Tidak berisi persepsi apa pun. Tidak berisi keyakinan apa pun. Tidak berisi bersitan - bersitan imajinasi apa pun. Tidak berisi intellegebles apa pun. Kosong. Titik nol.
Betapa mungkin ? Bukankah pada hakikatnya seluruh pengetahuan kita bersifat mungkin, dan tidaklah mungkin kita memestikan kebenaran pengetahuan kita selama pembenarnya (yaitu indera, persepsi dalam arti luas) masih bersifat mungkin. Bukankah pada hakikatnya seluruh persepsi kita bersifat relatif, - menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain-, yang tentu tidak mempunyai landasan kebenaran pada persepsi sebagaimana persepsi itu sendiri? Apa lagi bersitan - bersitan imajinasi.
Meminjam istilah Shadra`iyyiin, bahkan seluruh wujud kita adalah hanya dan hanyalah wujud kopulatif, yang meng-ada secara relatif, - karena hubungan imajinatif satu sama lain-, dalam lautan gradasi wujud murni tiada batas ini ? Sehingga semestinyalah kita menyadari , bahwa kita secara wujudiyyah relatif, subyektif, imajinatif, gelap, bodoh dan kosong dari semua pengetahuan. Meminjam istilah anti-Descartesian, " Aku berfikir, maka aku tidak ada".
Atau kembali mengingat kata - kata agung Syaikh Suhrawardi Al-Maqtul (q.s.);
"Ke arah manakah jalannya?" tanyaku."Ke arah mana pun kamu pergi, " katanya. "Kalau kamu pergi, kamu akan sampai.""Apakah tandanya kegelapan itu?." tanyaku "Kehitaman," katanya. " Dan kamu sendiri berada dalam Kegelapan tapi kamu tidak mengetahuinya. Orang yang pergi, ketika menyadari dirinya berada dalam kegelapan, mengetahui bahwa dia berada dalam kegelapan sebelum itu, dan bahwa dia tidak pernah melihat cahaya.
Pada keadaan titik nol ini, maka hati secara otomatis akan berbunga-kesturi wangi dengan Cinta kepada Tuhan. Dan Tuhan-lah yang akan menjadi Sang Maha Wangi ! Mekar di hati. Semerbak rancak. Menyala , menjadi cahaya dan biji mata. Menjadi satu-satunya yang dikenang dan mengenang. Menjadi satu-satunya yang melihat dan dilihat. Menjadi satu-satunya Pengetahuan dan Yang Diketahui. Menjadi satu-satunya makrifat dan yang memakrifati. Meletakkan gunung keyakinan dari keyakinan - Nya. Dan adakah yang lebih baik dari itu? Maka pada saat itu mungkin hamba itu akan benar - benar menyadari bahwa Allah adalah Cahaya Langit dan Bumi. Dan, Allah adalah wali orang - orang beriman yang mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya Atau, Tuhanku, jika tak kaudahului aku dengan kebaikan taufik - Mu maka siapakah yang akan menghantarkan aku menuju jalan yang terang ?
Maka mari kita akhiri majlis kita dengan salah satu dari doa Al-Ma’shumin (a.s.); " Jadikan kami di antara orang yang Kau kosongkan dirinya untuk diri-Mu. Yang Kau ikhlaskan untuk memperoleh cinta dan kasih-Mu. Yang kau bersihkan hatinya untuk diisi cinta-Mu. yang Kau putuskan dari padanya segala sesuatu yang memutuskan hubungan dengan-Mu."
Demi Allah, andaikata hatimu mencair seluruhnya, matamu mengalirkan air mata darah karena rindu atau takut kepada-Nya, dan kamu juga diperkenankan tinggal selama dunia ini maujud, maka amalmu takkan dapat membayar kemurahan-Nya yang besar serta tuntunan-Nya dalam keimananmu.
(Kutipan dari Khotbah 52, Nahjul Balaghah,
Imam ‘Ali bin Abi Thalib (k.w.))
Adakah ungkapan yang lebih indah tentang kefakiran-esensial ruhani kita, - baik itu adalah hati yang telah mencair, mata yang telah mengalirkan airmata darah karena rindu atau takut kepada-Nya-, dalam membayar kemurahan-Nya dan hidayah- Nya? Bukankah Qur’an Suci mengatakan; "Allah Maha Kaya dan kamu semua miskin (fuqaraa`)"
Ia, wujud murni, yang bebas dari semua penyifatan, terbebaskan dari seluruh kebutuhan. Ia-lah yang Maha Kaya dan Terpuji (al-ghoniyyul-hamiid). Sedangkan esensi seorang manusia, hanyalah fakir-miskin, peminta-minta yang senantiasa meraung - raung kesakitan dalam kehinaan serta bergeletar tangannya mengetuk-ngetuk pintu rahmat-Nya....wa ana ‘abdukadh-dho`iifudz-dzaliilul-haqiirul-miskiinul-mustakiin Bukankah esensi kita hanyalah potensi - potensi yang tenggelam dalam palung ketiadaan mutlak yang senantiasa menanti pelukan Ia, Sang Maha Wujud, sehingga terasalah aliran Kenikmatan dan Keindahan wujud manakala Ia mengecup kita dengan rahmat-Nya?
Diriwayatkan bahwa telah bersabda Rasulullah (S.A.W.): " Kemiskinan ruhani adalah kebanggaanku" ("al-faqru fakhriy") Dan apakah kemiskinan? Adalah ke-papa-an, ke-takpunya-an, ke-gelap-an, ke-takcahaya-an, ke-hina-an, ke-terhina-an. Sungguh bagi para faqiir, tak ada apa-pun yang patut dibawa dan ditunjukkan kehadapan -Nya kelak kecuali ke-papa-an dan ke-terhinaan-nya ini! Dan lidah mereka pun senantiasa bergeletaran dengan guman puja dan puji kepada - Nya , Yang Maha Kaya Tiada Tara, Yang Maha Cantik Tiada Terkata, Yang Maha Sempurna dan senantiasa Sendiri dalam ‘Izzah dan Kesempurnaannya. Sungguh Ia benar-benar Maha Kaya lagi Terpuji. Alhamdu lil-laahi robbil-’aalamiin.
Saya teringat sebuah adengan yang mengharukan dalam film kartun "Huchback of Notredame" ketika Esmeralda, - seorang wanita gipsy - terdampar di gereja Notre Dame yang agung. Terdapat sebuah acara doa di gereja besar tersebut. Orang-orang berdoa meminta kemakmuran, meminta harta, meminta kesuksesan dan keagungan. Sedang Esmeralda menyapa Maria lembut, "Aku tak tahu apakah orang se-hina aku ini patut menyapa-mu dan meminta pada Tuhan-mu, dan aku - pun yakin sepenuhnya akan kehinaanku. Maka, aku tak - kan minta apa - apa kepada Tuhan. Tuhan, lakukan apa saja sesuka - mu . lakukan apa saja yang Engkau Kehendaki. Maha Agung Engkau Yang Maha Mewujudkan segala - nya sesempurnanya."
Sebagian orang beribadah untuk mendapatkan dunia, rizki, kemakmuran dan ketenangan hidup di dalamnya. Sebagian orang beribadah untuk mendapatkan akhirat, bidadari, kekekalan kenikmatan yang ada di dalamnya. Sebagian orang lagi tak menginginkan dunia dan akhirat, namun hanya - lah menginginkan Ridho dan Wajah - Nya. Tapi ada sebagian orang, - yang demikian papa dan papa-, tenggelam dalam kehinaan kemiskinannya. Ia terpaku di sajadah nya, beserta butiran-butiran air mata serta jantung nan berdetak berdegupan. Tak mengucapkan apa pun di depan Hadhirat Tuhan - Nya, melainkan ilaahii qolbii mahjuub, wanafsii ma’yuub, wa’aqli maghluub, wa hawaa`ii ghoolib (Tuhanku hatiku bertabir, jiwaku berkekurangan, akalku terkalahkan dan hawa nafsuku telah memenagkan) ......, dan ia sadar akan ke-miskinan ruhani-nya yang teramat kronis dan fatal hingga mengotori seluruh doa dan tasbihnya....., maka ia ucapkan waf’al bi maa anta ahluh yaa kariim (lakukan apa yang Kau adalah ahlinya Wahai Yang Maha Mulia)..... walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.
Bukankah Lao Tsu telah berkata
Betapa pun kuatnya seorang laki-laki, bila ia tetap menyadari kelembutan wanita, ia akan puas walau harus menempati kedudukan yang terendah di dunia
Bila ia puas dengan kedudukan yang terendah di dunia selalu menyadari jati dirinya, ia memiliki kemurnian seperti bayi yang baru dilahirkan
Bila seorang laki-laki yang murni, tidak menolak ketidakmurnian lingkungannya, maka ia akan puas tinggal di tempat yang sangat rendah
Bila ia merasa puas tinggal di tempat yang terendah di dunia, dan selalu menyadari jati dirinya, ia akan kembali ke kesederhanaan alam
Bila seorang laki-laki yang menyadari daya tarik status, tapi puas dengan ketidakpedulian, ia akan menjadi lemah bagi segala makhluk di bumi
Berada dalam lembah dunia, ia akan kekal dalam kebaikannya. Ia kembali ke alam Tao.
Akhirul-kalam marilah kita renungi bersama untaian kata berikut ini; Kegelapan adalah Cahaya dari Zat. Di dalamnya adalah air kehidupan.
Hud-hud melanjutkan; "Terakhir dari semua itu menyusul. Lembah Keterampasan dan Kematian. Lembah ini ialah kelupaan, kebutaan, ketulian dan kebingungan; seratus bayang-bayang yang melingkungimu menghilang dalam sepancar sinar surya samawi. Bila lautan kemaharayaan mulai bergelora, pola pada permukaannya opun kehilangan bentuknya, dan pola ini tak lain dari dunia kini dan dunia nanti. Siapa yang menyatakan bahwa dirinya tak ada mendapat keutamaan besar? Titik air yang menjadi bagian dari lautan raya ini akan tetap tinggal di sana selamanya dan dalam kedamaian. Di laut yang tenang ini, kita pada mulanya hanya akan mengalami kehinaan dan keterbuangan; tetapi setelah terangkat dari keadaan ini , kita akan memahaminya sebagai penciptaan, dan banyak kerahasiaan akan tersingkap bagi diri kita.
Banyak makhluk telah salah mengambil langkah pertama dan karena itu, tak dapat mengambil langkah kedua- mereka hanya sebanding dengan barang-barang tambang. ... (Musyawarah Burung, Fariduddin Attar Naisapuri)
Betapa mungkin orang banyak memahami bahwa hakikat Cahaya ada di dalam kehidupan? Dan betapa mungkin diuraikan dengan kata bahwa hakikat dzikr ada di dalam kelupaan? Hakikat penglihatan (bashiroh) ada dalam kebutaan? Hakikat pendengaran ada dalam ketulian? Dan hakikat pengetahuan ada di dalam kebingungan?
Wujud murni, - yaitu Hakikat Zat Tuhan-, benar-benar tak bisa dibandingkan dengan apa - pun, laisa kamitslihi syai`an , hingga tidak ada kategori, alegori, deskripsi, narasi, imajinasi , ..., apa pun yang mampu memerikannya. Maka hakikat pengetahuan tentang-Nya adalah kebingungan tentang-Nya. Tak mungkin pula Ia dapat diingat sebagaimana Ada-Nya, maka hakikat dzikr pada-Nya adalah kelupaan atas - Nya. Betapa mungkin pula ada penglihatan atas - Nya kecuali senantiasa dalam kebutaan mutlak yang gelap pekat. Dan betapa mungkin pula mendengar -Nya kecuali senantiasa dalam ketulian mutlak yang sepi tiada tara?
Bukankah Tuhan, - yaitu wujud an sich -, adalah realitas (syai`iyyah) dari segala sesuatu, sehingga adalah kemestian ( bukan hanya keharusan) manusiawi - lah kelupaan, kebutaan, ketulian dan kebingungan atas segala sesuatu.
Kefakiran (al-faqr ) ruhani, - yaitu kepapan, ketakpunyaan amal dan kualitas batin, kebutaan, kegelapan, kebusukan , kegelapan, kesesatan, kezaliman, kehinaan, keterhinaan, ketulian, kebodohan - adalah langkah pertama. Perhatikan rintihan Imam 'Ali bin Abi Thalib (a.s.) dalam doa Kumailnya berikut; "Irham mar-ro`su maalihir-rojaa`, wa silaahuhul bukaa`." "Kasihilah yang tak punya apa-apa kecuali harapan, dan senjatanya hanyalah tangisan." Atau dalam bait lain; "Wa qod ataituka yaa ilaahii ba'da taqshiirii wairoofii 'alaa nafsii. mu'tadziron-naadima,, munkasiron mustaqiila, mustaghfiron muniibaa muqirron mudz'inan mu'tarifaa " " Dan aku datang kini menghadap - Mu, Yaa Ilahi, dengan segala kekuranganku, dengan segala kedurhakaanku (pelanggaranku), sambil menyampaikan pengakuan dan penyesalanku, dengan hati yang hancur lulurh, memohon ampun dan berserah diri, dengan rendah hati mengakui segala kenistaanku." Atau pula ucapan beliau (a.s.); " Barangsiapa mencintai kami, Ahl Al-Bayt, hendaknya ia menyiapkan baju kemiskinan bagi dirinya !" hendaknya ia menyiapkan baju kemiskinan bagi dirinya !"
Seorang penyair berkata;
segelas es menjadi manis tatkala melewati kerongkongan haus
setitik lilin menjadi terang tatkala melewati lorong -lorong gulita
Kehidupan menjadi mata air segar tatkala melewati hati-hati nan telah aus
Tuhan menjadi Cahaya Mata bagi orang-orang nan telah buta
hakikat seekor kambing adalah sebagai sembelihan, bagi Adam
hakikat seekor kecoak adalah hewan menjijikkan , bagi Adam
hakikat seorang hamba adalah sebagai kegelapan, bagi Cahaya Tuhan
hakikat seorang hamba adalah sebagai kenistaan, bagi Agung Tuhan
sebagaimana seorang pelacur
hakikatnya adalah perzinahan
aku-lah sang maha pelacur
batinku adalah perzinahan
sucilah kau Tuhan, dari lisanku
sucilah kau Tuhan, dari gerak hatiku
karena hatiku selalu berzinah, sedang kau Agung Sendirian
karena hatiku selalu bernanah, sedang kaulah Kesturi Asmara
Pada waktu Suhrawardi dalam "Hikayat-Hikayat Mistisnya" bercerita tentang Mata Air Kehidupan, diberikan sebuah dialog berikut ini;
" Temukanlah mata air kehidupan, " jawabnya. " Dan kucurkan dari mata air itu ke seluruh kepalamu, sehingga baju baja itu dapat lolos dari tubuhmu, dan kamu terhindar dari tebasan pedang, sebab air itu dapat membuat baju bajamu lepas. Jika sudah lepas, maka tebasan pedang akan terasa ringan."
" Di manakah mata air kehidupan itu?" tanyaku.
"Dalam kegelapanm," katanya. " Jika kamu mencarinya, talikanlah sepatumu sebagaimana Khidir, dan ambillah jalan kepercayaan agar kamu dapat sampai ke kegelapan."
"Ke arah manakah jalannya?" tanyaku.
"Ke arah mana pun kamu pergi, " katanya. "Kalau kamu pergi, kamu akan sampai."
"Apakah tandanya kegelapan itu?." tanyaku
"Kehitaman," katanya. " Dan kamu sendiri berada dalam Kegelapan tapi kamu tidak mengetahuinya. Orang yang pergi, ketika menyadari dirinya berada dalam kegelapan, mengetahui bahwa dia berada dalalam kegelapan sebelum itu, dan bahwa dia tidak pernah melihat cahaya. Maka langkah pertama bagi mereka yang hendak pergi adalah ini, dan dari sini dia dapat melangkah maju. Nah, jika orang itu telah mencapai tahap ini, dia akan dapat melanjutkannya dari situ. Seorang pencari mata air kehidupan harus banyak berkelana dulu di dalam kegelapan. Jika dia pantas mendapatkan mata air itu, pada akhirnya dia akan meliahat cahaya setelah kegelapan. Maka dia tidak perlu mengikuti cahaya itu, sebab asalnya dari surga, dan ia berada di atas mata air kehidupan. Jika dia berpergian dan mandi di dalam mata air itu, maka dia akan selamat dari tebasan pedang Balarak.
demikian pula majnun sang Qays, tanpa Layla pun ia teriakkan Layla, kerna di dalam Layla sempurnalah ia
menggapai-gapai lautan wujud nan mungkin,
wujud wajibku wujud wajibku, kerna di dalamNya sempurnalah ia
demikian pula khidir sang Hidup,
di samudera Hidup pun ia teriakkan Huwa,
kerna di dalamNya sempurnalah ia
Man ‘arafa nafsahu faqod ‘arafa robbahu. Barangsiapa menganal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya. Demikian sabda Junjungan Kita YM Rasulullah SAW. Maka salah satu ibarat yang dapat diambil dari ucapan Baginda Rasul SAW tersebut; Barangsiapa yang mengenal kefaqiran esensial dirinya dan keinginan dirinya untuk menuju Kesempurnaan maka ia akan mengenal Tuhannya, taklain adalah Kesempurnaan itu sendiri.
Intelek (akal) manusia tiada yang tak memahami kefaqiran esensial dirinya sendiri. Apakah itu kefaqiran esensial? Bahwa diri seseorang, maupun semua miliknya, ataupun hal-hal yang jauhari ( substansial) maupun ‘aradhi (aksidental) dari dirinya, mungkin lenyap sesaat setelah ini. Sebuah roti kecil yang menyumbat jalan pernafasan bisa melenyapkan jiwa . Sebuah kompor kecil yang meledak bisa menghancurkan seluruh harta-benda maupun keluarga. Sebuah tabrakan maut dengan mudah melenyapkan jiwa-jiwa. Apakah benar manusia bisa memiliki sesuatu? Sedangkan dirinya sendiri pun tidak ia miliki? Apakah benar orang terkaya memiliki harta terbanyak? Dan apakah benar orang ‘alim memiliki ‘ilmu terbanyak? Sedangkan gerak jantungnya sendiri pun tidak ia miliki? Maka jelas bahwa antum al-fuqoroo` ila alloohi., kamu semua faqir terhadap Allah. Dan sesungguhnya Allah Maha Kaya atas sekalian alam, Innallooha ghoniyyun ‘ani al-‘aalamiina.
Di sisi lain, intelek(akal) memandang bahwa semua makhluk bergerak menuju yang lebih sempurna bagi dirinya sendiri secara spontan. Demikianlah bayi menangis mencari susu. Harimau lapar mencari makan. Laki dan wanita menikah. Hujan turun dari langit. Air sungai mengalir ke lautan. Wanita hamil makan lebih banyak. Dan lain-lain. Maka demikianlah manusia mengharapkan Kesempurnaan. Manusia belajar agar semakin berilmu, dan Berilmu adalah suatu kesempurnaan. Manusia makan agar berkekuatan, dan Berkekuatan adalah suatu kesempurnaan. Manusia bermain musik agar semakin lembut dan indah, dan Lembut maupun Indah adalah suatu kesempurnaan.
Pada saat lautan kefaqiran menerpa manusia, dengan bala dan bencana, dengan berbagai hal yang menggundahkan dirinya, dengan hambatan-hambatan untuk mencapai nikmat-nikmat kesempurnaan, maka hati manusia menyeru secara spontan pada Kesempurnaan Tunggal, tak lain tempat bergantungnya seluruh ide kesempurnaan yang ingin ia capai. Duhai Tuhan, Duhai Kenikmatan Yang Sempurna. Demikianlah, salah satu bukti adanya Tuhan adalah; bayangkan diri Anda terapung-apung di sebatang kayu kecil di samudera maha luas, maka saat itu apakah yang akan Anda bayangkan? Satu kefaqiran, ketakberdayaan total, kelemahan total diri, dan satu ketergantungan total ke Satu Fokus Yang Maha Kokoh. Saksikanlah demikian jelas dan terang dalam hati ! Allohu ash-shomad. Engkaulah itu Yaa Allah, An-Nuur, yang maha terang dan menunjuki segala yang di langit dan di bumi, dan Al-Qudduus, yang tak kan terjangkau oleh pandangan apa pun kecuali dirinya sendiri.
Maka kecenderungan hati manusia untuk menuju Kesempurnaan Yang Satu merupakan bukti nyata Keberadaan Kesempurnaan itu. Maka ingatkah kita akan "perjanjian" kita sebelum hidup di dunia ini dengan Tuhan; alastu birobbikum, qooluu balaa. Apakah Aku TuhanMu, mereka semua berkata yaa.
Padahal dapat dibuktikan dengan mudah bahwa kesempurnaan identik dengan keberadaan. Karena sesuatu disebut sempurna bila tak butuh selain dirinya, dan tak ada yang tak butuh selain dirinya untuk mengada selain keberadaan. Maka jika kesempurnaan itu ada, pastilah ia tak lain adalah keberadaan itu sendiri.
Maka, barang siapa mengenal dirinya, yakni kefaqiran esensialnya, dan mengenal bahwa Yang Sempurna(baca pula ; Ada) Hanyalah Satu, maka ia mengenal Tuhannya, yakni Kesempurnaan (baca pula; Keberadaan) itu sendiri.
Pada saat Pemimpin Mukminin Imam ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) membicarakan tentang jiwa yang al-kulliyyatul-ilaahiyyah (komprehensif ilahi), Beliau (‘a.s.) menyifatkan lima kekuatan jiwa yang seperti ini; baqaa`un fii ial-fanaa` i, wa na’iimun fii asy-syiqaaqi, wa ‘izzun fii dzillin, wa ghoniyyun fii faqrin, wa shobron fii balaa`in(kekal dalam kefanaan, dan nikmat dalam kesengsaraan, dan mulia dalam kehinaan, dan kaya dalam kemiskinan, dan sabar dalam bencana. Dan beliau (‘a.s.) menegaskan pula bahwa Sumber dari kelima kekuatan ini adalah Allah dan kepadaNya-lah akan kembali. Maka, barang siapa mengenal dirinya, yakni kefaqiran esensialnya, dan Yang Kekal, Yang Nikmat, Yang Mulia, Yang Kaya, Yang Sabar hanyalah Dia Yang Maha Sempurna , maka ia telah mengenal TuhanNya, yakni Kesempurnaan itu sendiri.
Maha Suci Allah, Yang baginya segenap Kesempurnaan, di awalnya maupun di akhirnya, di segala tempat dan segala waktu, di segala alam yang tampak maupun yang gaib.
Tunjukilah kami semua WajahMu Yang Mulia, Yaa Allah, dengan keterputusan kepada selainMu,
dan hanya pada wajahMu dan gemilangnya saja kami menatap.
buta segalat mata, tuli segala telinga, pula segenap rasa
oh layla perawan suci, kusentuh indahmu dengan indahmu dan
bukan selain itu
oh layla purnama rindu, kudesahi nanar matamu dan
keindahannya dengan celakmu dan bukan selain itu
Bilama ada keindahan nan senantiasa perawan dan kecantian nan senantiasa terjaga dalam masudera ‘iffah (kehormatan serta keanggunan), maka tentulah itu adalah Dia, Yang Maha Cantik dan Teramat Menarik namun tak tersentuh oleh siapa pun, bahkan oleh pandangan siapa pun. Mata-mata majnun hingga nanar mengharapkan persuaan dengan layla pun yang didapatinya tak lebih dari domba-domba yang mengembik. Maka, dikisahkan dalam tarikh, betapa Penghulu Semua Wanita di Semesta Fathimah binti Muhammad (‘alaihimassalam) selalu dalam keadaan Perawan. Maha Suci Dia yang menjadikan kekasih-kekasihnya sebagai ibarat atas DiriNya Sendiri. Wa yabqoo wajhu robbika dzu aljalaali wa al-ikraami. Dan kekallah wajah Tuhanmu.
Maka, Dia-lah Sang Maha Suci Nan Senantiasa Perawan. Dia-lah Sang Maha Perawan, yang bahkan tak tersentuh oleh penglihatan apa pun selainNya dan pendengaran apa pun selainNya. Dalam hakikat KeDiaanNya (huwiyyah) tak mungkin selain Ia menyentuhnya dengan pemahaman (idrak) apa pun, dan tak mungkin pula menyentuhnya dengan apa pun (secara lahir maupun batin) bahkan Ia meliputi segala sesuatu. Allohumma inni as’aluka birohmatika allatii wasi’at kulla syai’. Yaa Allah, aku bermohon kepadaMu dengan rahmatMu yang meliputi segala sesuatu. Alaa innahu bikulli syai’in muhitth. Sesungguhnya Dia atas segala sesuatu Maha Meliputi. Laa tudrikuhu al-abshooru, wa huwa yudriku al-abshoora. Tak menyentuhNya (segala) penglihatan dan Dia menyentuh (segala) penglihatan.
Sebagian orang menganggap bahwa ayat laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshoora menegaskan bahwa : Dia tak bisa dipersepsi oleh persepsi apa pun. Adanya realitas yang jamak, minimal adanya persepsi yang jamak
Muhyiddin Ibn ‘Arabi menegaskan bahwa ayat laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshoora justru menegaskan Ketunggalan Realitas, bahwa hanya Dialah satu-satunya yang maujud dan tiada maujud selain Dia. Dalam Kitab Al-Ajwibah, beliau menuliskan sebagai berikut;
laa tudrikuhu al-abshooru wa huwa yudriku al-abshoora, yakni, tak ada siapa pun dan tiada siapa pun yang berpenglihatan mampu untuk mempersepsiNya. Maka jika kita misalkan ada sesuatu yang lain selain Ia dalam keberadaan, maka kita mesti membolehkan bahwa selain di mempersepsiNya (minimal dalam satu aspek/modalitas keberadaannya yang dirasakan oleh sesuatu yang lain tersebut, penjelasan penulisan).
Tapi Tuhan (Yang Namanya Maha Tinggi) telah mengingatkan kita dalam firmanNya "Penglihatan-penglihatan tak menyentuhNya" yakni tidak ada apa pun disampingNya; artinya, tidak ada yang lain yang mempersepsiNya (dalam seluruh modalitas keberadaannya, penjelasan penulis) tapi Ia yang mempersepsiNya adalah Tuhan (Yang Namanya Maha Tinggi). Maka tak ada apa pun yang lain selain Dia. Dia lah yang mempersepsi Hakikatnya sendiri, dan bukan yang lain. Maka "Penglihatan-penglihatan tak mengenaiNya", secara sederhana adalah karena penglihatan-penglihatan adalah bukanlah sesuatu selain WujudNya sendiri. Dan bila ada yang mengatakan "Penglihatan-penglihatan tak mengenaiNya" karena penglihatan-penglihatan ini bermula hudust sedangkan yang hudust tak mungkin mempersepsi yang qidam", ia belum mengenal dirinya sendiri, karena tidak ada apa pun dan tidak ada penglihatan apa pun kecuali Dia. Dia, maka, mempersepsi WujudNya sendiri, tanpa keberadaan persepsi dan tanpa sifat."
mentari ada dalam cahaya purnama, karena bila tidak, betapa mungkin purnama bercahya
hujan, yang menghujani dan yang dihujani, dapatkah engkau pilahkan, duhai Afkari
sebagaimana lautan, yang melauti dan yang dilauti, dapatkah engkau pisahkan, duhai Aqali
Puji pada Nya Yang Maha Kudus, dan tiada tersifati oleh apa pun, oleh siapa pun, kapan pun. Subhanalloohi ‘amma yashifuun. Kecuali oleh hamba-hambaNya yang ikhlash, illa ‘ibaadalloohi al-mukhlashiin, yakni yang telah menyadari tauhid af’aal,, yakni yang menyadari bahwa Pelaku Hakiki adalah Sang Maha Tunggal Yang Sempurna.
Demikian Ibnu ‘Arabi menguraikan bahwa Rasulullah tidak mengatakan barangsiapa fana (lenyap) dalam Tuhannya maka ia mengenal Tuhannya, namun Rasulullah mengatakan barang siapa mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya (man ‘arafa nafsahu faqod ‘arofa robbahu). Yakni, barangsiapa mengenal bahwa "dirinya" adalah "ketiadaan" dan hanya Tuhan Yang Ada dan Tiada Selain Dia, maka ia ( baca pula "Ia") telah mengenal Tuhannya.
Yakni, barang siapa yang mengenal Ketunggalan Realitas yang menampakkan dirinya dalam alam maha-jamak ini, dan tidak melihat adanya sesuatu selain Dia Yang Tunggal dan Meliputi Segala Sesuatu yang tak lain adalah DiriNya Sendiri, maka ia (baca pula; " Ia") telah mengenal TuhanNya.
Maka orang yang percaya adanya penyatuan wujud manusia dan wujud Tuhan adalah puncak kesempurnaan perjalanan ruhani ada dalam kesesatan yang nyata, karena ia telah menyerupakan Tuhan dalam hal yang paling hakiki dengan manusia, tak lain adalah keberadaan atau wujudnya. Argumentasi lain adalah, bagaimana mungkin menyatukan yang tiada dengan yang Ada? Mengenai orang-orang yang telah mencapai keadaan jiwa ilahiyyah seperti ini, yang telah lenyap dalam samudera Ketunggalan Keberadaan Tuhan seperti ini, mungkin inilah yang diibaratkan oleh Maulana, Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (‘a.s.) dalam pesannya kepada Kumayl Ibn Ziyad (r.’a.) tentang sifat-sifat jiwa (nafs) yang al-kulliyyah al-ilaahiyyah (komprehensif ke-ilahian); …" ….dan bagi jiwa yang seperti ini terdapat dua sifat khas; ridho (terhadap qodho dan qadar Allah) dan taslim (berserah diri kepada Allah), dan hal ini sumbernya adalah dari Allah dan kepadaNya akan kembali, sebagaimana FirmanNya Ta’aala; dan Kami tiupkan ke dalamnya dari ruh Kami (wa nafakhnaa fiihi min ruuhinaa)…." Dalam riwayat ini, Imam’Ali menegaskan bahwa sumber-sumber keadaan jiwa yang ilahi adalah Allah itu sendiri, dengan merujuk kepada "Dan Kami tiupkan ke dalamnya dari ruh Kamii" Subhaanallooh.
Mengenai bukti (rasional dan filosofis) Ketunggalan Realitas salah satunya adalah sebagai berikut. Pertama, segala yang ada hanyalah lautan keapaan (atau disebut juga mahiyyah/esensi/kuiditas) , seperti halnya ruang, waktu, kopi, langit, atom, gen, yang akan mempunyai efek terhadap yang lain jika telah memiliki keberadaan. Kedua, dengan mengamati bahwa tanpa keberadaannya seluruh samudera keapaan tersebut tidak memiliki efek apa pun, yakni mereka tereduksi dalam keadaan ketiadaan, maka keberadaan lebih nyata (real) dibandingkan dengan keapaan. Ketiga, dengan mengamati bahwa ketiadaan segala sesuatu identik, maka keberadaannya pun identik, maka dapat disimpulkan bahwa Keberadan di Alam Real itu Tunggal. Keempat, dengan mengamati bahwa Keberadaan di Alam Real itu Tunggal, maka semua selain Keberadaan itu sendiri tidak memliki Keberadaan. Kelima, dengan mengamati bahwa semua selain Keberadan itu sendiri tidak memiliki keberadaan, maka keberadaan seluruh samudera maujudaat (hal-hal yang maujud) semuanya tidak real , kecuali Keberadaan itu sendiri. Dan inilah yang disebut dengan Realitas Tunggal yang meliputi semua namun bukan salah satu dari hal yang terliputinya sama sekali. Maha Suci Dia dari semua yang kita sifatkan.
Permusyawaratan dalam MUBES/KONGRES/RAKER membutuhkan persidangan-persidangan. Hal ini dilakukan secara fokus dan berimbang untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Keputusan terbaik pada akhirnya akan lahir dari pemahaman dan ketaatan terhadap aturan didalam sebuah persidangan. Persidangan didefinisikan sebagai pertemuan formal organisasi guna membahas masalah tertentu dalam upaya untuk menghasilkan keputusan yang dijadikan sebagai sebuah Ketetapan. Keputusan dari persidangan ini akan mengikat kepada seluruh elemen organisasi selama belum diadakan perubahan atas ketetapan tersebut. Ketetapan ini sifatnya final sehingga berlaku bagi yang setuju ataupun yang tidak, hadir ataupun tidak hadir ketika persidangan berlangsung
2.JENIS PERSIDANGAN
1)Sidang Pleno
a. Sidang Pleno diikuti oleh seluruh peserta dan peninjau Permusyawaratan
b. Sidang Pleno dipimpin oleh Presidium Sidang
c. Sidang Pleno dipandu oleh Steering Committee
d.Sidang Pleno membahas dan memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan Permusyawaratan
2).Sidang Paripurna
a. Sidang Paripurna diikuti oleh seluruh peserta dan peninjau Permusyawaratan
b. Sidang Paripurna dipimpin oleh Presidium Sidang
c. Sidang Paripurna mengesahkan segala ketetapan dan keputusan yang berhubungan dengan Permusyawaratan
3).Sidang Komisi
a.Sidang Komisi diikuti oleh anggota masing-masing Komisi
b.Anggota masing-masing Komisi adalah peserta dan peninjau yang ditentukan oleh Sidang Pleno
c.Sidang Komisi dipimpin oleh seorang pimpinan dibantu seorang Sekretaris Sidang Komisi
d.Pimpinan Sidang Komisi dipilih dari dan oleh anggota Komisi dalam Komisi tersebut
e. Sidang Komisi membahas materi-materi yang menjadi tugas dari Komisi yang bersangkutan
3. ATURAN PERSONALIA SIDANG
1.Peserta
Hak peserta:
a.Hak Bicara, adalah untuk bertanya, mengeluarkan pendapat dan mengajukan usulan kepada pimpinan baik secara lisan maupun tertulis
b.Hak Suara, adalah hak untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan
c.Hak Memilih, adalah hak untuk menentukan pilihan dalam proses pemilihan
d.Hak Dipilih, adalah hak untuk dipilih dalam proses pemilihan
c.Memberi peringatan kepada peserta sidang agar tidak gaduh.
d.Menskors dan mencabut kembali skorsing sidang yang waktunya tidak terlalu lama sehingga peserta sidang tidak perlu meninggalkan tempat sidang.
e.Mencabut kembali / membatalkan ketukan terdahulu yang dianggap keliru.
*2 kali ketukan :
Untuk menskorsing atau mencabut skorsing dalam waktu yang cukup lama, misalnya istirahat, lobying, sembahyang, makan. Skorsing ialah penundaan persidangan untuk sementara waktu. Lobying ialah suatu bentuk kompromi dalam menyelesaikan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan
*3 kali ketukan :
a.Membuka/menutup sidang atau acara resmi.
b.Mengesahkan keputusan final /akhir hasil sidang.
a.Mempunyai sifat leadership, bijaksana dan bertanggung jawab
b.Memiliki pengetahuan yang cukup tentang persidangan
c.Peka terhadap situasi dan cepat mengambil inisiatif dalam situasi kritis
d.Mampu mengontrol emosi sehingga tidak terpengaruh kondisi persidangan
Sikap Presidium Sidang :
a.Simpatik, menarik, tegas dan disiplin
b.Sopan dan hormat dalam kata dan perbuatan
c.Adil, bijaksanan dan menghargai pendapat peserta
4. QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1.Persidangan dinyatakan syah/quorum apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ n + 1 dari peserta yang terdaftar pada Panitia (OC)
2.Setiap keputusan didasarkan atas musyawarah untuk mufakat, dan jika tidak berhasil diambil melalui suara terbanyak (½ + 1) dari peserta yang hadir di persidangan
3.Bila dalam pengambilan keputusan melalui suara terbanyak terjadi suara seimbang, maka dilakukan lobbying sebelum dilakukan pemungutan suara ulang
5. INTERUPSI
Ialah suatu bentuk selaan atau memotong pembicaraan dalam sidang karena adanya masukan yang perlu diperhatikan untuk pelaksanaan sidang tersebut.
Macam macam interupsi antara lain.
1.Interuption of order, Bentuk interupsi yang dilakukan untuk meminta penjelasan atau memberikan masukan yang berkaitan dengan jalannya persidangan. Mis. saat pembicaraan sudah melebar dari pokok masalah maka seseorang berhak mengajukan interuption of order agar persidangan dikembalikan lagi pada pokok masalahnya sehingga tidak melebar dan semakin bias.
2.Interruption of information, Bentuk interupsi berupa informasi yang perlu diperhatikan oleh seluruh peserta sidang termasuk pimpinan sidang. Informasi bisa internal (mis. informasi atau data tentang topik yang dibahas) ataupun eksternal (mis. situasi kondisi di luar ruang sidang yang mungkin dapat berpengaruh terhadap jalannya persidangan).
3.Interruption of clarification, Bentuk interupsi dalam rangka meminta klarifikasi tentang pernyataan peserta sidang lainnya agar tidak terjadi penangkapan bias ketika seseorang memberikan tanggapan atau sebuah penegasan terhadap suatu pernyataan.
4.Interruption of explanation, Bentuk interupsi untuk menjelaskan suatu pernyataan yang kita sampaikan agar tidak ditangkap keliru oleh peserta lain atau suatu pelurusan terhadap pernyataan kita.
5.Interruption of personal, Bentuk interupsi yang disampaikan bila pernyataan yang disampaikan oleh peserta lain sudah diluar pokok masalah dan cenderung menyerang secara pribadi.
Pelaksanaan Interupsi :
1.Interupsi dilakukan dengan mengangkat tangan terlebih dahulu, dan berbicara setelah mendapat ijin dari Presidium Sidang
2.Interupsi diatas interupsi hanya berlaku selama tidak menggangu persidangan
3.Apabila dalam persidangan, Presidium Sidang tidak mampu menguasai dan mengendalikan jalannya persidangan, maka Panitia Pengarah (SC) diberikan wewenang untuk mengambil alih jalannya persidangan, atas permintaan Presidium Sidang dan atau Peserta Sidang
6. Tata Tertib
Tata Tertib persidangan merupakan hasil kesepakatan seluruh peserta pada saat persidangan dengan memperhatikan aturan umum organisasi dan nilai-nilai universal dimasyarakat.
7. Sanksi-sanksi
Peserta yang tidak memenuhi persyaratan dan kewajiban yang ditentukan dalam Tata Tertib persidangan akan dikenakan sanksi dengan mempertimbangkan saran, dan usulan peserta.
8. TEKNIK RAPAT
Pengertian
Rapat mempunyai beberapa pengertian. Dalam pengertian yang luas rapat dapat menjadi sebuah permusyawaratan, yang melibatkan banyak peserta dan membahas banyak permasalahan penting. Sedangkan dalam pengertian yang lebih kecil, rapat dapat berupa diskusi yang hanya melibatkan beberapa peserta dengan pembahasan yang lebih sederhana. Dalam Sub bab ini hal-hal yang berkaitan dengan permusyawaratan tidak lagi diuraikan, dan lebih kepada rapat dalam pengertian umum/sederhana secara teknis.