A. FAKTOR MAKRO
Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempuyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro terdiri dari makro ekonomi dan makro nonekonomi. Faktor makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan antara lain :
§ Tingkat Bunga Umum Domestik
Kenaikan bunga tingkat pinjaman memiliki dampak negatif terhadap setiap emiten, karena akan meningkatkan beban bunga kredit dan memurunkan laba bersih. Penurunan laba bersih akan mengakibatkan laba per saham juga menurun dan akhirnya akan berkibat turunnya harga saham di pasar. Di sisi lain, naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan kemudian menabung hasil penjualan itu dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran akan menjatuhkan harga saham di pasar. Oleh karena itu, kenaikan suku bunga pinjaman atau suku bunga deposito akan mengakibatkan turunnya harga saham.
§ Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung pada derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu dapat membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan.
§ Peraturan Perpajakan
Kenaikan pajak penghasilan badan akan memberatkan perusahaan dan mengurangi laba bersih yang pada tahap berikutnya dapat menurunkan harga saham. Kenaikan pajak penjualan dapat menurunkan omzet penjualan akibat pemintaan barang yang menurun karena konsumen merasa keberatan dengan kenaikan harga barang.
§ Kebijakan Pemerintah
Kebijakan-kebijakan khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berpengaruh positif dan negatif terhadap perusahaan tertentu yang terkait dengan kebijakan tersebut.
§ Kurs Valuta Asing
Perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak berbeda terhadap setiap jenis saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham yang lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, kenaikan kurs US$ yang tajam terhadap Rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki utang dalam Dolar sementara produk emiten tersebut dijual secara lokal.
§ Tingkat Bunga Pinjaman Luar Negeri
Pada umumnya, emiten yang mempunyai pinjaman dalam valuta asing akan dibebani bunga yang berpedoman pada SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate) atau LIBOR (London Interbank Offered Rate) atau Prime Rate US di Amerika Serikat. Beban bunga pinjaman bisa sebesar SIBOR + Spread, atau LIBOR + Spread , atau Prime rate US + spread. Jumlah spread adalah antara 2% sampai 4% tergantung pada tingkat risiko Negara si peminjam.
§ Kondisi Ekonomi Internasional
Bagi perusahaan yang melakukan perdagangan berskala internasional atau kegiatan ekspor impor, kondisi ekonomi negara counterpart ( negara tujuan ekspor atau negara asal impor ) sangat berpengaruh terhadap kerja emiten di masa datang.
Di Amerika Serikat banyak sekali terbitan indeks pasar, seperti Dow Jones Index, Standard & poors, Nasdaq Indekx, dan berbagai jenis indeks lainnya. Di Jepang ada berbagai jenis Index Nikkei, di Singapura ada Strait Times Index, dan di Hongkong ada Hang Seng Index.
Investor dapat memperoleh informasi tentang faktor makro atau perubahannya dari banyak media seperti televisi, internet, koran, buletin, radio, majalah, atau dari provider informasi, yaitu Reuters, Real Time Information ( RTI ), Market Quotes ( IMQ ), dan Blomberg yang dapat disewa, Investor yang sudah menjadi nasabah dari suatu perusahaan efek atau broken efek akan lebih mudah mengakses informasi itu karena sudah disediakan melalui komputer informasi yang disewa dari Providertersebut. Selain itu, broker efek juga meyediakan analisis saham baik harian, mingguan, maupun bulanan yang telah diolah oleh bagian riset perusahaan efek bersangkutan.
B. FAKTOR MIKRO
Faktor mikroekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan berada dalam perusahaan itu sendiri, yaitu variable-variabel seperti : Laba bersih per saham, Laba usaha per saham, Nilai buku per saham, Rasio ekuitas terhadap utang, Rasio laba bersih terhadap ekuitas , Cash flow per saham.
Rasio keuangan lainnya, seperti current ratio, quick ratio, cash ratio, inventory turnover dan account receivable turnover lebih mencerminkan kekuatan manajemen dalam mengendalikan operasional. Jika rasio keuangan sangat baik tetapi hasil akhirnya yang tercermin dalam laba per saham, rasio ekuitas terhadapterhadap utang, dan return on equity sangat rendah, maka hal itu tidak berarti apa-apa bagi investor.
§ SIKLUS EKONOMI
Siklus ekonomi mempunyai pengaruh terhadap harga saham selama masa lebih dari 5 tahun. Dalam siklus ekonomi yang tumbuh, setiap bidang usaha memperoleh kamajuan, lapangan kerja tersedia banyak, pengangguran relative kecil, pendapatan masyarakat meningkat, dan keamanan lebih terjamin, sehingga kegiatan bursa efek menjadi semarak. Harga saham mengalami kenaikan sepanjang periode kemakmuran itu walaupun sekali waktu mengalami penurunan sebagai koreksi atas kenaikan harga yang terlalu ekstrem. Jenis saham yang mengalami kenaikan tajam selama masa pertumbuhan ekonomi itu adalah saham yang diterbitkan oleh emiten yang memproduksi barang-barang tahan lama (durable goods) seperti barang-barang modal, property, otomotif, produk baja, peralatan rumah tangga, dan lainnya. Sementara jenis saham yang diterbitkan oleh emiten yang meproduksi barang tidak tahan lama (nondurable goods) mengalami kenaikan harga yang relative kecil bila dibandingkan dengan kenaikan harga saham dari durable goods.
Secara umum, siklus ekonomi digambarkan sebagai berikut :
Urutan siklus : Recoveryà Prosperityà Recession-à Depression-à Recovery-à
Atau Expansion-à Peak-à Contraction-à Trough-à Expansion
Pada saat terjadi peralihn dari suatu siklus ke siklus yang lain, terdapat tanda-tanda awal atau yang disebut leading indicator. Pada peralihan dari siklus recovery terdapat leading indicator yang positif karena peralihan terjadi dari ekonomi yang buruk menuju ke ekonomi yang membaik. Sebaliknya, peralihan dari ekonomi baik (siklus ekspansi) ke ekonomi buruk (siklus resesi) ada leading indicator negative. Contoh leading indicator positif mencakup naiknya harga saham, banyaknya uang beredar, banyaknya pesanan barang modal, dan menigkatnya perizinan bangunan. Selain leading indicator, ada juga coincident indicators, yaitu indicator yang muncul selama siklus berlangsung, seperti : (a) tenaga kerja nonagraris, (b) pendapatan perorangan, (c) produksi industri, dan (d) penjualan manufaktur dan perdagangan.
Lagging indicators adalah faktor-faktor yang berubah setelah ekonomi memasuki suatu siklus ekoomi. Lagging indicators mengajarkan kepada para analis apa yang telah mereka ketahui. Indikator ini membuktikan nilainya dalam membantu analis memahami kecenderungan jangka panjang, dan membedakannya dari perubahan-perubahan jangka pendek yang terjadi selama kecenderungan Lagging indicators atau indicator antara coincident indicators dan Leading indicators
FAHAM EKONOMI
v Teori Klasik
Adam Smith (1776) dalam bukunya “The Wealth of Nations” mempunyai filosofi bahwa faham ekonomi liberal atau laissez-faire economics dapat memakmurkan suatu bangsa. Smith berargumen bahwa kegiatan ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat tanpa campur tangan pemerintah karena masyarakat sudah dapat menanganinya sendiri.
v Teori Keynesian (Demand Side)
Berlawanan dengan teori klasik Smith, teori John Maynard Keynes menyatakan bahwa pemerintah harus aktif melakukan pembangunan ekonomi. Demand dapat dikendalikan sebagian oleh pemerintah melalui APBN. Jika ingin mengurangi demand, pemerintah dapat (a) meningkatkan pajak (b) mengurangi jumlah uang beredar, dan (c) mengurangi belanja pemerintah. Sementara jika ingin meningkatkan demand, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah (a) mengurangi pajak (b) meningkatkan jumlah uang beredar dan (c) meningkatkan belanja negara.
v Teori Arthur Laffer (Supply Side)
Berlawanan dengan teori Keynesian, Arthur Laffer mendukung teori supply creates demand. Pemerintah bertugas menciptakan kondisi ekonomi yang akan memungkinkan pihak swasta melakukan ekspansi atau menawarkan berbagai produk baru. Di sisi lain, pemerintah harus mengurangi tarif pajak sehingga para pengusaha dapat memperluas usahanya dan masyarakat dapat berbelanja lebih banyak.
v Teori Ekonomi Moneter
Milton Friedman berteori bahwa uang beredar merupakan salah satu faktor yang paling dominan dalam penentuan fluktuasi harga, khususnya dalam jangka panjang. Para pakar moneter berpandangan bahwa pengendalian yang baik terhadap uang beredar, yaitu mengatur kenaikan atau penurunan uang beredar tidak terlalu cepat atau perlahan-lahan, akan berdampak positif terhadap kesehatan ekonomi.
PEREDARAN UANG
Kebijakan moneter dilaksanakan oleh Bank Sentral melalui 3 cara, yaitu :
a. Reserve Requirements
Bank komersial diwajibkan untuk memiliki sejumlah deposit tertentu pada bank sentral, yaitu persentase tertentu sekitar dari 7% sampai 22% dari demand deposit nasabah bank. Misalnya, reserve requirement adalah 12%, sehingga bank komersial wajib menyimpan 12% dari demand deposit pada bank sentral dan meminjamkan sisanya 88% setelah reserve itu dibayar.
b. Discount Rate
Jika bank kekurangan dana untuk menutupi reserve requirement, maka bank itu dapat meminjam dari bank sentral dengan bunga yang rendah. Jika bank sentral ingin mengurangi jumlah uang beredar, discount rate akan dinaikkan dan jika ingin menambah jumlah uang beredar, discount rate akan diturunkan. Discount rate ini disebut juga dengan discount window.
c. Open-Market Operations
Bank sentral dapat memperjual-belikan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh bank sentral sendiri atau pemerintah. Apabila ingin menekan inflasi, maka jumlah uang beredar harus dikurangi (tight money) dengan cara menjual surat-surat berharga (T-bills, obligasi atau SBI). Jika ingin melonggarkan jumlah uang beredar (easy money), hal ini dapat dilakukan dengan cara membeli surat-surat berharga. Perdagangan surat berharga ini hanya dilakukan oleh bank sentral dengan bank komersial.
0 komentar:
Posting Komentar